Kalimantan Selatan, SuratKabarDigital.com – Perdagangan orang masih menjadi ancaman nyata, terutama bagi perempuan dan anak di Kalimantan Selatan. Sebagai upaya pencegahan dan penanganan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Kalimantan Selatan menggelar Pelatihan Pendampingan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Banjarbaru, Kamis (7/8/2025).
Kegiatan ini dirancang tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas para pendamping, tetapi juga untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam membangun sistem perlindungan yang responsif, inklusif, dan adil bagi korban.
Kepala DP3AKB Kalsel, Husnul Hatimah, dalam sambutannya menegaskan bahwa pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah fondasi penting dalam pembangunan bangsa.
“Perempuan dan anak adalah isu lintas sektor yang sangat strategis. Keberhasilan pembangunan bangsa sangat bergantung pada kontribusi mereka. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak harus menjadi prioritas bersama,” ujarnya.
Husnul juga menyampaikan keprihatinan terhadap maraknya kasus TPPO di Kalimantan Selatan. Berdasarkan data yang dihimpun, sepanjang tahun 2017 hingga 2019 terdapat 170 korban dugaan TPPO. Pada 2022, tujuh orang korban berhasil dipulangkan, sementara pada 2024 tercatat 18 pekerja migran diduga korban TPPO kembali ke tanah air.
“Angka ini adalah alarm bagi kita semua. TPPO bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan. Kita harus lebih sigap dalam melakukan deteksi dini, pendampingan korban, dan penegakan hukum,” tegasnya.
Dalam pelatihan ini, peserta dibekali dengan pengetahuan seputar regulasi penting, seperti UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 mengenai Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak.
Peserta juga dilatih mengenali indikator awal perdagangan orang, seperti pola perekrutan mencurigakan, janji pekerjaan yang tidak masuk akal, pembatasan komunikasi, hingga pengawasan ketat terhadap korban.
Mengakhiri sambutannya, Husnul mengajak seluruh elemen—pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga penegak hukum—untuk bekerja bersama mengatasi persoalan TPPO.
“Kita harus mengedepankan prinsip sinergi: ikhlas, transparan, tidak saling menyalahkan, dan mau berbagi. Hanya dengan kerja bersama, kita bisa mewujudkan masyarakat yang bebas dari TPPO dan memberi masa depan yang aman bagi perempuan dan anak,” tutupnya.